“If you obey all the rules, you miss all the fun.”
-Audrey Hepburn -
Namun, bermalam di penginapan backpacker bersama para bule mempunyai ketertarikan tersendiri. Anda akan mendapatkan sensasi dalam kesempatan untuk mendapatkan cerita dari sesama backpacker yang berasal dari ribuan kilometer dari Indonesia. Bahkan dari Jerman dan Belanda dapat ditemui disana. Ketika itu aq bisa menemukan bule backpacker dari Polandia, Rusia, dan Jerman. Saling sampaikan pengalaman antara para traveller adalah hal yang sangat menyenangkan. Yang lebih gila lagi, ada seorang adventurer dari Swedia yang telah tinggal di pantai Kute ini selama 1 bulan. Dia menabung selama bekerja dan akhirnya bisa mengumpulkan uang untuk jadi seorang petualang. Semua kota menarik di Indonesiapun telah dikunjunginya. Hanya Raja Ampat yang belum katanya. Awesome....
Bahkan tidak disangka, para bule itu juga mempunyai pekerjaan yang luar biasa dinegara mereka. Ada yang jadi dosen bahkan profesor. Menjadi seorang backpacker dalam petualangan mereka adalah sebuah kepuasan tersendiri yang menurut mereka tidak bisa didapatkan dengan cara lain. Impressive....!!
Mungkin inilah yang dicari mereka para bule itu, hidup dalam kesederhanaan di tengah masyarakat pantai Kute. Karena tidak bisa didapatkan mereka di negara mereka suatu bentuk seperti kehidupan masyarakat ini.
Pagi hari di selasaran pantai Kute, Lombok
Target hari ini adalah mencari obyek poto yang menarik di pantai Kute. Ekspektasi yang tidak berlebih menurutku, hehehe... Pantai yang dikenal sebagai saingan dari pantai Kuta, Bali harus memberikan kelegaan bagiku dalam mencari view pantai yang menarik. Kelebihan pantai Kute ini adalah masih sangat jarangnya dikunjungi oleh wisatawan, bahkan pantai ini sangat natural sekali. Masih jauh dari sentuhan Mall dan hotel-hotel mewah. Anda tidak akan menjumpai suara keras musik diskotik disini. Aura ketenangan begitu kental menyelimuti setiap jengkal di pantai ini. Hal ini membuat masih tampak "virgin"nya pantai ini.
Pasir putih yang sangat halus membawa sensasi tinggi selusuri pantai dengan kaki telanjangku. Jadi langsung kulepas saja sandal jepitku ini. Mendingan jalan dengan kaki telanjang nyeker sambil nikmati aroma udara asin pantai ini.
Oh, No... Sialnya, di pagi ini mendung tengah menyelimuti sekitaran pantai ini. Bahkan sang matahari tampak begitu malasnya untuk singkirkan si awan. Cahaya yang diharapkan untuk sempurna untuk ambil poto, nampaknya tidak akan kunjung datang. Dewi Fortuna sedang belanja ke pasar nampaknya, not being lucky this morning...... Paling tidak bisa mengambil beberapa shoot di pantai ini.
Di tengah pantai yang menakjubkan ini ada satu hal yang cukup disayangkan, kurang tertatanya pola penataan bangunan di pinggiran pantai ini. Hal ini terlihat kentara dengan begitu banyaknya Kafe yang menghiasi pinggiran pantai ini. Semua hal itu seakan menjadikan kurang nikmatnya untuk eksplorasi di pantai itu. Fasilitas yang tidak memadai bagi turis juga menjadikan catatan yg bagi penyelenggara pariwisata disana, seharusnya. Bila pantai ini dilengkapi dengan fasilitas pendukung turisme yang lebih baik, aq yakin pantai ini akan lebih luar biasa untuk sedot pengunjung.
Di tengah pantai yang menakjubkan ini ada satu hal yang cukup disayangkan, kurang tertatanya pola penataan bangunan di pinggiran pantai ini. Hal ini terlihat kentara dengan begitu banyaknya Kafe yang menghiasi pinggiran pantai ini. Semua hal itu seakan menjadikan kurang nikmatnya untuk eksplorasi di pantai itu. Fasilitas yang tidak memadai bagi turis juga menjadikan catatan yg bagi penyelenggara pariwisata disana, seharusnya. Bila pantai ini dilengkapi dengan fasilitas pendukung turisme yang lebih baik, aq yakin pantai ini akan lebih luar biasa untuk sedot pengunjung.
Memuaskan diri dengan ceburkan diri dan nikmati asinnya air pantai Kute itu menjadi kewajiban bagi para backpacker. Rasanya kurang lengkap bila mengunjungi sebuah pantai, apalagi pantai yang harus ditempuh dengan sebrangi lautan seperti ini. Kurang afdol begitu orang bilang.... Cuaca mendung dan jam bangun yang kepagian untuk basah-basahan di pantai itu (pukul 8). Padahal notabene para bule itupun belum melek. Mereka punya kebiasaan untuk bangun diatas jam 10. Tapi hal itu jadi keuntungan buatku, karena aq bisa nikmati pantai ini sendirian. Like my own private beach.....
Sayangnya dipantai ini menghadap arah selatan. Tak ada sunrise disini ....wew....
Sayangnya dipantai ini menghadap arah selatan. Tak ada sunrise disini ....wew....
Mendung di Kute beach, Lombok |
Check out from Kute to Desa Sade, suku Sasak
waktu menunjukkan pk 9.30WITA. Ingin rasanya untuk terus berlama-lama di pantai ini, namun tuntutan untuk penuhi jadwal obyek yang harus dikunjungi di Lombok mengharuskan untuk segera lanjutkan perjalanan.
Next destination adalah Sukarare dan Praye (kota wisata dan desa pengrajin tenun). Itulah urutan obyek yang telah direncanakan sebelumnya, seperti terlihat di peta yang kubeli sebelum memulai perjalanan ini. Perjalanan ke tujuan tersebut dihentikan oleh pandangan di sebelah kanan jalan, beberapa kilometer setelah keluar dari area pantai Kute. Desa adat SADE!! Sebuah desa yg didiami oleh suku Sasak yang konon berusaha untuk pertahankan adat istiadat mereka. Desa yang sengaja mengisolasikan diri dari desa sekitarnya yang jauh lebih maju dan modern. Perbedaan yang cukup mencolok dari segi bangunan dan fasilitas penduduk. (yang pasti disana tidak ada parabola). Bahkan lantai rumah masyarakat Sade ini masih dibersihkan dengan menggunakan kotoran sapi yang telah dikeringkan. Wow....
Ini menarik sekali. (pada akhirnya rencana kunjungan ke Sukarare dan Praye harus dibatalkan)
Ketika aq diajak untuk masuk dan mengunjungi rumah-rumah tersebut. Aq bahkan tidak mencium satu bau kotoran sapipun. Benar-benar luar biasa.
Yang terlebih menarik lagi adalah dari perabotan kelistrikan yang tidak ada di desa ini. Mereka masih menikmati malam hari dengan bara api kecil semacam petromax.
Well, pemandu wisata di desa tersebut menerangkan bahwa desa tersebut cukup sengaja mengisolasikan diri mereka dari desa sekitarnya yang notabene lebih "menerima" perkembangan jaman. Entah apakah desa tersebut memang kental dalam pertahankan adanya ataukah itu hanya ditujukan untuk menarik hati para turis yang berkunjung ke daerah tersebut. Namun sensasi untuk bisa berkeliling di desa Sade ini tidak akan dilupakan. Melihat secara langsung kehidupan serta fasilitas perumahan masyarakat adat Desa Sade ini sangat menarik. Ini menarik sekali. (pada akhirnya rencana kunjungan ke Sukarare dan Praye harus dibatalkan)
Ketika aq diajak untuk masuk dan mengunjungi rumah-rumah tersebut. Aq bahkan tidak mencium satu bau kotoran sapipun. Benar-benar luar biasa.
Yang terlebih menarik lagi adalah dari perabotan kelistrikan yang tidak ada di desa ini. Mereka masih menikmati malam hari dengan bara api kecil semacam petromax.
the street of Sade village |
the floor, cleaned with ... of a cow |
Ibu Kepala Suku Sasak desa Sade |
Perjumpaan dengan istri kepala suku Sasak di desa Sade adalah sesuatu yang tidak pernah diduga. Wajah yang terlihat tua namun tetap bersahaja menghiasi wanita tua tersebut. Kehormatan cukup tinggi nampak diberikan kepada wanita tersebut oleh setiap penduduk desa ini. Namun kilatan kilau lampu flash para pengunjung desa tidak pernah terhindarkan olehnya. Jepret, jepret dan setiap jepret diarahkan ke ibu tua itu.
Setapak demi setaapak mengitari desa adat Sade ini. Sayangnya, promosi demi penjualan kain hasil tenun hasil desa ini terlalu dikedepankan. Cukup terganggu memang. Ingin rasanya melihat kehidupan mereka secara "asli" tanpa didistorsi oleh promosi-promosi tersebut.
Tancap gas ke Lembah Hijau
Terik sengat matahari Lombok memaksaku untuk mengakhiri kunjungan "dinas" ke desa Sade ini. Dengan berbekal si kameraku yang setia dan tripod kamera, kenang-kenangan bersama pemandu wisata asli desa tersebut harus dilakukan. Desa Sade, way to go man.....
at Desa Sade, Lombok |
Waktu menunjukkan pukul 12.00WITA, disaat itu gas motor Mio sewaan itu mulai ditancapkan. Berbekal peta seharga 30ribuan rupiah ini aq lanjutkan perjalaan berikutnya ke Lembah Hijau di Lombok Timur.
Tentu saja guys, sebelum lakukan perjalanan backpacker di pulau lain, haruslah mempersiapkan setidaknya spot-spot obyek perjalanan yang harus dituju. Anda bisa menemukannya di internet dengan mencari data tentang obyek-obyek yang harus dikunjungi ketika mengunjungi sebuah pulau lain. Setidaknya Anda tidak mencari orang hilang. Well, someone says "Preparation makes it all".
Telah direncanakan sebelumnya memang untuk mengunjungi obyek wisata Lembah Hijau yang diinformasikan di internet bahwa obyek ini cukup menarik. Dan tentu saja, aq sangat ingin kunjungi obyek wisata Lembah Hijau ini. Perjalanan dari daerah desa Sade menuju Lembah Hijau di Lombok Timur harus ditempuh dalam waktu 3 jam perjalanan. Sayangnya, aq tidak membawa kacamata GABAN yang ada GPSnya. Demi tidak salah jalan, hampir 15 orang lebih termasuk 2 orang petugas DLLAJR yang harus ditanya ke arah obyek tersebut. Jauhnya perjalanan serta minimnya penunjuk jalan di Lombok menjadikan alasan terkuat perjalanan nampak begitu lama.
Harapan untuk memenuhi target obyek wisata di Lombok harus terpenuhi. Terlebih dipenuhi dengan harapan setibanya di daerah Lembah Hijau, aq akan disuguhi dengan pemandangan yang sejukkan mata dan bisa istirahatkan badan sejenak.
Tapi guys.....setibanya di obyek Lembah Hijau tersebut sangatlah tidak sesuai ekspektasiku, hiksss. It was awful guys....Perjalanan yang harus ditempuh selama 3 jam tersebut nampaknya harus terbakar gosong sia-sia. Obyek tersebut ternyata ditutup semasa puasa. wew.....
Terlihat juga beberapa pengunjung yang berniat masuki obyek itu cukup kecewa setibanya di obyek tersebut. awful....
Lembah Hijau, Lombok Timur |
Heading to Mataram, directly to Senggigi
Lapar uiy....itulah yang harus aq rasakan dalam perjalanan di siang ini. Di tengah musim puasa ini merupakan kearifan lokal untuk tidak membuka setiap rumah makan di Lombok. Ini merupakan kendala tersendiri bagi turis. Sangat sulit bagiku untuk menemukan sesendok nasi untuk penuhi kewajiban kerja lambung ini.
Konsumsi roti tidaklah cukup memenuhi demand dari para cacing di perut.....
Dari Lembah Hijau, Lombok Timur langsung tancap gas ke kota Mataram. Perjalanan menuju kota pusat Lombok tersebut ditempuh dalam 2 jam perjalanan. Perjalanan kali itu terasa sangat panjang, perut tidak bisa kompromi sebentar saja.
Oya. satu hal yang menarik dari pulau Lombok ini adalah begitu banyaknya masjid-masjid yang berdiri megah di setiap 500 meter perjalananku. Luar biasa memang....Itulah mengapa Lombok juga dikenal sebagai pulau seribu masjid.
"Backpacker kok masuk mall??", itulah the big question yang ada dipikiranku ketika sandal jepit ku hantar kakiku masuk ke Mall Mataram. Bukanlah mall yang besar seperti di kota besar lainnya. Hanya dalam waktu 15 menit saja bisa mengitari semua obyek dalam mall ini. Sebenarnya tujuan masuk mall ini adalah cari makan serta mencari spray BananaBoat dengan unknown SPF untuk persiapan di pantai nanti.
Tapi tetap....makanan tidak ketemu di mall ini, but lucky me BananaBoat masih bisa masuk tasku. Semoga dengan BananaBoat SPF 5 ini badan tidak jadi terlalu gosong terkena cahaya matahari dipantai.
Keluar dari seputaran Mall, mata langsung mencari apakah adanya kemungkinan warung makan untuk buka di tengah puasa ini. Thanks God, di hampir keluar dari Mataram, aq mendapatkan kebaikan hati dari seorang penjual warung khas taliwang yang ijinkan untuk menikmati sejumput nasi hangat khas Lombok. Setelah tidak terisi dari semalam perut ini terpuaskan dengan sedapnya masakan khas Lombok ini. Akhirnya makan breaklunch bisa dipenuhi di jam 16.30WITA. Setelah starving dari pagi, makna juga akhirnya.
Sunset at Senggigi beach and the La Casa, French hotel
Jarak yang tidak begitu jauh antara Mataram dan pantai Senggigi memberikan kesempatan yang baik untuk kejar sunset. Hampir saja kehilangan sunset di pantai ini. Tiba di Senggigi di pukul 17.20WITA, alam Senggigi masih baik tuk biarkanku lihat sunset dan jepretkan Canonku.
the bot sunset of Senggigi |
Cool sunset dengan pemberikan cahaya alam yang nyaris sempurna menjadikan sajian tersendiri bagi penikmat sunset. Tidak hanya satu atau dua camera yang selalu siap abadikan sunset di pantai ini. Belasan kamera berbagai merk serta pengguna kamera dari berbagai negara persiapkan tripod dan kamera masing-masing. Oya, di tengah perburuan sunset di pantai ini, sempat berkenalan dengan penduduk Cakranegara yang sedang luangkan waktunya untuk berkunjung di pantai ini. Yang menarik adalah, ternyata ibu Christy namanya mempunyai saudara yang beribadah di gereja yang sama di Magelang. Wow, menyeberang pulau namun masih saja bisa berkenalan dengan orang yang berkaitan. Whatta small world...
the inline |
Nyaris sempurnanya cahaya yang diberikan sang surya sebelum memulai tidurnya membuat para pemburu sunset tidak perlu memasang lensa filter warna. Bahkan dengan lensa saku saja, site ini akan terlihat cantik nian. Bahkan pesona pantai ini juga dihiasi oleh banyaknya kapal-kapal nelayan yang seakan-akan tidak mau juga kehilangan momennya untuk selalu nikmati hangatnya matahari terbenam di pantai ini.
Sajian kafe serta live musik di pesisiran pantai ini juga membawa hangatnya suasana. Tidak akan pernah mau untuk beranjak dari daerah ini. Guys,,,it is awesome.
Waktu mengitari pantai ini sudah cukup lama. Jam tangan sudah menunjukkan pukul 19.15WITA. Dan aq belum mendapatkan tempat untuk sandarkan punggung. Pegal rasanya setelah lakukan lebih dari 6 jam perjalanan bersama motor Mio ini. Hotel-hotel di pinggiran jalan Senggigi Raya nampak begitu menggoda dengan berbagai kemewahan gemerlap kafe di sekitarannya, namun tema backpacker haruskan untuk mencari hotel low budget.
Lebih dari 2 kali mengitari jalan di sekitaran Senggigi Raya. Berbagai gang dimasuki untuk berburu hotel murah. Sekilas pikiran mempertimbangkan untuk mencari hotel di kota Mataram. Namun pilihan itu tidak diambil mengingat jarak kota Mataram ke pantai Senggigi adalah 30 menit perjalanan. Terlebih arah kota Mataram berlawanan arah dengan arah obyek wisata berikutnya.
Beruntung memang, terpampang hotel "La Casa". Hotel dengan balutan desain sederhana namun sangat cozy. Halaman depan bahkan ruangan tidur tamu hotelpun terlihat sangat menarik. La Casa tidaklah kalah dengan hotel dengan rate lebih mahal. Rate hotel Rp.100K sudah sangat wajar. Walaupun pilihan kamar tidak berAC namun hawa dingin di daerah tersebut menyarankan untuk tidak aktifkan barang perusak lapisan ozon itu. Yang jauh lebih menarik adalah pemilik hotel tersebut yang adalah seorang Perancis yang menikah dengan wanita Indonesia. Seorang lelaki French tua yang bernama Michelle tersebut sangatlah ramah dalam menjamu setiap tamunya.
Sebagai tamu, aq sangat merasa disambut dengan tangan hangat oleh keluarga kecil tersebut. Obrolan yang berlangsung sangat lama ditemani oleh sebotol arak bali kembali hangatkan suasana. Baik dari obrolan penting sampai hal tertidak penting menjadi setiap topik obrolan malam itu. baik politik, budaya, bahkan sampai cerita tentang detail-detail kota2 di Paris. Impressive..
Wonderful, hangatnya pembicaraan berlangsung hingga pukul 1 pagi ditemani oleh 3 anjing penjaga setia. Menarik memang....
Yippee-Ki-Yay, sampai jumpa di cerita petualangan di hari ketigaku..
but, have to sleep. Tomorrow, the adventure has to began again. Sleep mode zzzzzzzz...................
Shorcut:
1. "the Adventure -Lombok & Bali" Day 1 (destination Lombok), 28 Juli 2012
2. "the Adventure -Lombok & Bali" Day 2 - Exploring the Lombok island (Pantai Kute, Desa Sade, Lembah Hijau, & Pantai Senggigi), 29 Juli 2012
3. "the Adventure -Lombok & Bali" Day 3 - Bye Senggigi and heading to Gili Trawangan, 30 Juli 2012
4. "the Trip" Day 4 - Finding Nemo at the three Gili's 31 Juli 2012
5. "the Trip" Day 5 - Exploring Mataram and Cakranegara 1 Agustus 2012
6. "the Adventure -Lombok & Bali" Day 6 - Again, Exploring Bali's site, 2 Agustus 2012
7. "the Adventure -Lombok & Bali" Day 7 - Again, muterin Bali, 3 Agustus 2012
8. "the Adventure -Lombok & Bali" Day 8 - Spoting around Kute beach, 4 Agustus 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar