Selasa, 15 Desember 2009

Outlook Krisis Dubai akan Krisis Finansial 2010


Krisis keuangan yang terjadi di Dubai beberapa waktu yang lalu sempat mengguncangkan sektor keuangan dunia yang notabene sedang menjalani tahap pemulihan dari krisis terburuk sejak tahun 1930an.

Dubai World, pengelola utama pembangunan Dubai, November lalu sempat mengumumkan gagal bayar atas sebagian utang yang jatuh tempo. Efek berantai yang ditakutkan pasar adalah kekacauan ekonomi yang kembali terjadi bilamana efek terbesar kekhawatiran bank-bank internasional yang bisa menderita kerugian besar jika utang Dubai sebesar US$60 miliar macet. 
Dalam moment tersebut Dubai World meminta kepada seluruh penyedia dana Dubai World dan Nakheel untuk tidak membayar utang (standstill) dan memperpanjang jatuh tempo pembayaran menjadi paling tidak 30 Mei 2010. Dubai World agresif dalam berinvestasi pada bisnis properti di Amerika Serikat, Inggris dan Afrika Selatan. Akibat krisis global, pasar perumahan Dubai terperosok. Beberapa bulan lalu, Dubai World memiliki utang lebih dari US$59 miliar, atau sekitar tiga perempat utang pemerintah US$80 miliar. Respon pasar sangat cepat pada saat itu dimana level saham komoditas melemah di New York, London, dan Asia. Investor memilih untuk segera mengalihkan investasi kedalam bentuk dolar AS yang dianggap lebih aman. Pengumuman ini memunculkan spekulasi bahwa negara kaya di Uni Emirat Arab (UEA) itu diambang krisis. Yang menjadi hal menarik adalah Dubai sebagai daerah impian di tengah gurun dapat mengalami kemunduran kemampuan membayar hutangnya. Dubai juga menjadi symbol kemakmuran penghasil minyak, setelah kejadian mengejutkan ini maka mengingatkan akan tetap terbukanya kemungkinan efek krisis bagi setiap negara tanpa terkecuali.
Bank-bank besar yang berusaha memulihkan tingkat kestabilan modal dan return mereka nampaknya harus kembali waspada dan mulai melakukan kebijakan pengetatan pinjaman dari kemungkinanan gagal bayar setiap korporasi. Mulai dari Baltik hingga daerah Mediterania, perbankan mulai memperhatikan pinjaman yang akan segera jatuh tempo. Bahkan di daerah Rusia sebagai penghasil minyak mentah juga mulai melakukan penghitungan ulang akan kemampuan pengembalian hutang yang akan segera jatuh tempo. Negara-negara kaya seperti Jepang dan Amerika harus menaikkan tingkat pengeluaran pemerintahnya demi menstimulasi laju ekonominya, tengah dilanda kekhawatiran akan kuat tidaknya untuk terus menanggung beban utang dan pelebaran defisit keuangan yang semakin besar. Terlebih dengan berkembangnya ancaman pembengkakan inflasi. 
Dari data yang ada terdapat fakta yang cukup mengejutkan. Misalnya pada keuangan Jerman yang mengalami pembengkakan defisit keuangan. Tingkat hutang pemerintah yang beredar diperkirakan meningkat menjadi setara dengan 77% dari output ekonomi nasional tahun depan, dari 60% pada tahun 2002. Data yang lebih mengejutkan lagi adalah fakta bahwa pembengkakan hutang juga terjadi di Inggris dimana terjadi pelipatan hutang sebesar 80%. Dengan masih belum pulihnya kekuatan ekonomi global, nampaknya masih akan banyak negara yang akan membutuhkan dana talangan demi tetap menjaga laju ekonominya. 
Hanya saja tidak ada jaminan yang kuat dari bagi pinjaman korporasi dari pemerintah akan kemungkinan gagal bayar keuangannya. Sikap penolakan dari pemerintah Dubai terhadap penjaminan hutang Dubai World dapat menimbulkan preseden buruk bagi jaminan terhutang pemerintah yang dapat sewaktu-waktu meninggalkan korporasi yang pernah mendapatkan dukungan penuh pemerintah. Kemungkinan sama pada tahun 2010 akan terjadi akan besar mengingat akan berkurangnya kemampuan pemerintah untuk terus menjamin hutang korporasi yang ada.
Beberapa waktu kedepan negara-negara yang kini bertugas sebagai penjamin implisit mengubah fokus mereka untuk masalah-masalah ekonomi domestik mereka. Salah satu ciri krisis finansial adalah beberapa pemerintah yang lebih memilih pengambilan utang jangka pendek. Di Amerika Serikat, misalnya, utang Treasury jatuh tempo dalam satu tahun telah meningkat dari sekitar 33 persen dari total utang dua tahun lalu menjadi sekitar 44 persen pada musim panas ini. Amerika Serikat akan segera memiliki masalah utang sendiri. Kemungkinan kebijakan untuk mengurangi jatah kucuran dana bagi negara berkembang akan semakin besar. Hal inilah yang akan bertumbuh menjadi kesulitan besar bagi begara berkembang disaat negara berkembang akan menghadapi kebutuhan pembiayaan hutang jatuh tempo mereka maka negara berkembang mungkin harus meminjam uang sekitar US$65 miliar pada 2010 . 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar