Rabu, 23 Desember 2009

Review Efek Dollar ke Sektor Keuangan Global




2010 akan segera dimasuki, pelbagai peristiwa ekonomi telah banyak mempengaruhi pergerakan pasar awal tahun sampai dengan menjelang penghujung tahun 2009 ini. Pergerakan perdagangan disesi akhir 2009 terpantau didominasi oleh penguatan dollar AS. Beberapa bulan lampau dollar AS sempat terpuruk imbas adanya sentiment negatif kondisi ekonomi AS yang masih belum stabil. Peralihan investasi dari sektor keuangan ke sektor komoditi yang cenderung lebih stabil terhadap tekanan inflasi. Sektor komoditi kembali menjadi instrument save haven di tengah belum kuatnya kepastian akan kekuatan ekonomi AS serta perkembangan data ekonomi negara-negara Eropa yang masih dalam level buruknya. 
Beberapa waktu menjelang tutup tahun 2009 ini dollar AS kembali menunjukkan konsistensinya penguatan walau masih minim daya tarik dollar rendah akibat suku bunga yang sangat rendah. Hal ini imbas dari data tingkat kepercayaan ekonomi dunia yang berada dikisaran rekor tinggi ditengah sinyal menguatnya pemulihan AS dan bertambahnya bank-bank yang mampu membayar hutangnya kembali, menurut survey Bloomberg. Indeks MSCI meningkat 69% dari titik rendah tahun ini pada Maret 2009 terkait ekonomi global keluar dari resesi terburuk sejak PD II, mendorong pembuat kebijakan untuk menghentikan stimulus darurat. Terlebih pasar keuangan, yang sempat anjlok akibat Dubai World mencoba menunda pembayaran hutang bulan lalu, telah kembali pulih terkait investor melihat bahwa resiko kegagalan telah mereda.
Sektor komoditi terutama minyak dan emas tertekan dari kondisi penguatan dollar AS beberapa sesi perdagangan ini. Sikap para pelaku pasar yang kembali berinvestasi disektor keuangan berimbas kepada pelemahan komoditi. Faktor ambil untung juga diduga menjadi pemicu koreksi harga emas. Emas yang pada sesi sebelumnya sempat menyentuh rekor tertingginya sepanjang dekade di level US$ 1226.10 per troy ons jatuh terkoreksi ke US$ 1094.10 per troy ons. Begitu pula dengan minyak yang juga sempat stagnan dikisaran level US$ 69 per barrel dalam beberapa minggu. Minyak sempat menguat ke level level US$ 75 per barrel setelah data penurunan cadangan minyak AS. Meskipun dalam trend bearish / melemah dalam beberapa pekan perdagangan namun kedua sektor komoditi tersebut tercatat bergerak menguat dari titik terendahnya tahun 2009.
Terhadap beberapa mata uang mayor, pergerakan dollar AS tampak bervariatif. Euro terhadap dollar 2009 bergerak dalam range trading 1.2455-1.5154 jika dibandingkan dengan nilai tertingginya, untuk level saat ini di kisaran 1.4300. Menjelang akhir tahun ini euro telah melemah sebesar 38.40%. Mata uang Jepang tahun 2009 bergerak dikisaran 101.43-84.80. Yen Jepang menguat dalam beberapa bulan perdagangan, namun pelemahan yen terjadi menjelang penutupan sesi perdagangan akhir tahun 2009 sebagai faktor koreksi dikisaran level 90. Pelemahan ini direspon positif oleh Wakil Perdana Menteri Jepang, Naoto Kan, yang menginginkan pelemahan mata uang domestic Jepang yang menjauhi level tertinggi 14 tahunnya terhadap dolar dikisaran 84.80. Sementara itu terhadap poundsterling , dollar AS terpantau bergerak dalam trend bearish, melemah terhadap sterling dengan range level dikisaran 1.7042-1.3503 dan jelang penutupan akhir tahun 2009, poundsterling berada dikisaran level 1.6140. "Kondisi fiskal Inggris terus memburuk di bulan November tapi tidak sejelek perkiraan," kata James Knightley, ekonom ING. "Bagusnya data tenaga kerja dan pulihnya ekonomi diharapkan dapat membantu pendanaan anggaran negara dan ekonom perkirakan Inggris akan tumbuh kembali di kwartal pertama 2010.
Fokus pada kelanjutan pemulihan ekonomi tampaknya masih akan mempengaruhi pergerakan pasar tahun 2010 yang akan datang. Kondisi sektor keuangan yang sudah makin stabil akan kembali membawa sikap positif pelaku pasar kembali berasumsi bahwa sektor keuangan sebagai instrument investasi yang menarik. Hal ini tentunya akan semakin menggairahkan pasar perdagangan tahun 2010 yang akan datang. Bila tidak siap-siap alihkan fokus anda pada sektor komoditi tahun 2010. 

Selasa, 15 Desember 2009

Outlook Krisis Dubai akan Krisis Finansial 2010


Krisis keuangan yang terjadi di Dubai beberapa waktu yang lalu sempat mengguncangkan sektor keuangan dunia yang notabene sedang menjalani tahap pemulihan dari krisis terburuk sejak tahun 1930an.

Dubai World, pengelola utama pembangunan Dubai, November lalu sempat mengumumkan gagal bayar atas sebagian utang yang jatuh tempo. Efek berantai yang ditakutkan pasar adalah kekacauan ekonomi yang kembali terjadi bilamana efek terbesar kekhawatiran bank-bank internasional yang bisa menderita kerugian besar jika utang Dubai sebesar US$60 miliar macet. 
Dalam moment tersebut Dubai World meminta kepada seluruh penyedia dana Dubai World dan Nakheel untuk tidak membayar utang (standstill) dan memperpanjang jatuh tempo pembayaran menjadi paling tidak 30 Mei 2010. Dubai World agresif dalam berinvestasi pada bisnis properti di Amerika Serikat, Inggris dan Afrika Selatan. Akibat krisis global, pasar perumahan Dubai terperosok. Beberapa bulan lalu, Dubai World memiliki utang lebih dari US$59 miliar, atau sekitar tiga perempat utang pemerintah US$80 miliar. Respon pasar sangat cepat pada saat itu dimana level saham komoditas melemah di New York, London, dan Asia. Investor memilih untuk segera mengalihkan investasi kedalam bentuk dolar AS yang dianggap lebih aman. Pengumuman ini memunculkan spekulasi bahwa negara kaya di Uni Emirat Arab (UEA) itu diambang krisis. Yang menjadi hal menarik adalah Dubai sebagai daerah impian di tengah gurun dapat mengalami kemunduran kemampuan membayar hutangnya. Dubai juga menjadi symbol kemakmuran penghasil minyak, setelah kejadian mengejutkan ini maka mengingatkan akan tetap terbukanya kemungkinan efek krisis bagi setiap negara tanpa terkecuali.
Bank-bank besar yang berusaha memulihkan tingkat kestabilan modal dan return mereka nampaknya harus kembali waspada dan mulai melakukan kebijakan pengetatan pinjaman dari kemungkinanan gagal bayar setiap korporasi. Mulai dari Baltik hingga daerah Mediterania, perbankan mulai memperhatikan pinjaman yang akan segera jatuh tempo. Bahkan di daerah Rusia sebagai penghasil minyak mentah juga mulai melakukan penghitungan ulang akan kemampuan pengembalian hutang yang akan segera jatuh tempo. Negara-negara kaya seperti Jepang dan Amerika harus menaikkan tingkat pengeluaran pemerintahnya demi menstimulasi laju ekonominya, tengah dilanda kekhawatiran akan kuat tidaknya untuk terus menanggung beban utang dan pelebaran defisit keuangan yang semakin besar. Terlebih dengan berkembangnya ancaman pembengkakan inflasi. 
Dari data yang ada terdapat fakta yang cukup mengejutkan. Misalnya pada keuangan Jerman yang mengalami pembengkakan defisit keuangan. Tingkat hutang pemerintah yang beredar diperkirakan meningkat menjadi setara dengan 77% dari output ekonomi nasional tahun depan, dari 60% pada tahun 2002. Data yang lebih mengejutkan lagi adalah fakta bahwa pembengkakan hutang juga terjadi di Inggris dimana terjadi pelipatan hutang sebesar 80%. Dengan masih belum pulihnya kekuatan ekonomi global, nampaknya masih akan banyak negara yang akan membutuhkan dana talangan demi tetap menjaga laju ekonominya. 
Hanya saja tidak ada jaminan yang kuat dari bagi pinjaman korporasi dari pemerintah akan kemungkinan gagal bayar keuangannya. Sikap penolakan dari pemerintah Dubai terhadap penjaminan hutang Dubai World dapat menimbulkan preseden buruk bagi jaminan terhutang pemerintah yang dapat sewaktu-waktu meninggalkan korporasi yang pernah mendapatkan dukungan penuh pemerintah. Kemungkinan sama pada tahun 2010 akan terjadi akan besar mengingat akan berkurangnya kemampuan pemerintah untuk terus menjamin hutang korporasi yang ada.
Beberapa waktu kedepan negara-negara yang kini bertugas sebagai penjamin implisit mengubah fokus mereka untuk masalah-masalah ekonomi domestik mereka. Salah satu ciri krisis finansial adalah beberapa pemerintah yang lebih memilih pengambilan utang jangka pendek. Di Amerika Serikat, misalnya, utang Treasury jatuh tempo dalam satu tahun telah meningkat dari sekitar 33 persen dari total utang dua tahun lalu menjadi sekitar 44 persen pada musim panas ini. Amerika Serikat akan segera memiliki masalah utang sendiri. Kemungkinan kebijakan untuk mengurangi jatah kucuran dana bagi negara berkembang akan semakin besar. Hal inilah yang akan bertumbuh menjadi kesulitan besar bagi begara berkembang disaat negara berkembang akan menghadapi kebutuhan pembiayaan hutang jatuh tempo mereka maka negara berkembang mungkin harus meminjam uang sekitar US$65 miliar pada 2010 . 

Selasa, 08 Desember 2009

Sektor Tenaga Kerja Sempat Apresiasi US$


Sektor tenaga kerja AS secara mengejutkan dirilis menguat diatas perkiraan para analis. Jumlah tenaga kerja AS di sektor non-pertanian dirilis melemah 11 ribu tenaga kerja. Data ini jauh lebih baik daripada perkiraan analis akan adanya pelemahan tenaker sejumlah 111 ribu. Selain dari itu, data yang lebih mengejutkan pasar adalah membaiknya tingkat pengangguran AS ke level 10%. Pada bulan lalu US$ sempat tertekan tajam terhadap mata uang lainnya. Ketika itu tingkat pengangguran dirilis membengkak ke level 10.2% pada bulan Oktober atau level terburuk dalam 26 tahun terakhir.

Lemahnya data tenaker tersebut menumbuhkan lemahnya kepercayaan terhadap kemampuan korporasi AS dalam memanfaatkan dana stimulus yang telah dikeluarkan oleh pemerintahan Obama sebesar 787 milyar US$. 
Dollar dalam sebulan perdagangan yang lalu menjadi mata uang yang yang masuk dalam zona pelemahan tajam. Terlebih dari itu pelemahan mata uang US$ menjadikan pengalihan gaya investasi yang mencari imbal balik yang lebih tinggi dan dinilai aman dari gejolak kenaikan inflasi. Hal ini seperti yang terjadi pada nilai kontrak berjangka emas dari level terendah tahun ini di US$801.90 per ounce telah menguat ke level rekor tertinggi tahun ini di US$1.226.10 yang dicapai Selasa (1/12) atau penguatan sekitar 52.8%. 
Membaiknya data tenaga kerja menjadi factor pemicu penguatan dollar serta memicu kekuatan koreksi dollar terhadap mata uang mayor lainnya. Pada sesi perdagangan Jumat (4/12) EUR sempat bergerak melemah ke level terendah minggu lalu di 1.4821 terhadap US$ atau melemah 5.3%. Begitu pula dengan mata uang Poundsterling yang tertekan ke level 1.6421 terhadap US$ atau tertekan 3.7%. Tekanan juga dialami oleh mata uang Yen Jepang yang juga melemah sebesar 3.1% ke level US$ 90.76 terhadap US Dollar. Reli penguatan US$ pada sesi perdagangan Jumat lalu disebabkan adanya anggapan turunnya tingkat pemotongan hubungan tenaga kerja tersebut adalah sinyal momentum perbaikan arah ekonomi AS sejak krisis terburuk tahun 1930-an. 
Di tengah kekuatan ekonomi AS yang bertumbuh menguat dalam kuartal ke empat tahun ini dan perbaikan data tenaker tersebut, analis juga memperingatkan akan kemungkinan kembali membengkaknya tingkat pengangguran AS. Perhatian terhadap pola kebijakan korporasi AS yang melanjutkan sistem kontrak tenaker menjadi penting di tengah perbaikan ekonomi AS.
Data sektor tenaga kerja merupakan indikator utama yang menjadi salah satu acuan pasar dalam menilai kekuatan ekonomi Amerika. Setelah US$ sempat tertekan tajam akibat krisis finansial yang lalu, pemerintahan Obama mengeluarkan dana stimulus sebesar US$787 milyar demi menanggulangi pembengkakan angka perusahaan yang terpaksa gulung tikar dan menyatakan kepailitan. Pembengkakan pengangguran terjadi seperti pada awal tahun ini beberapa perusahaan raksasa Amerika seperti General Motors, Caterpillar, Pfizer mengumumkan angka pemotongan tenaker sebesar 45ribu. 

Suku bunga Swiss dan Inggris
Minggu ini akan juga dirilis dua data suku bunga SNB (Swiss National Bank) dan BoE (Bank of England). Pengumuman kebijakan suku bunga minggu ini akan diawali oleh SNB yang dijadwalkan akan merilis pada hari Kamis (10/12) dimana diprediksikan akan tetap mempertahankan level suku bunganya di level 0.25%. SNB masih menerapkan kebijakan ekspansif dengan zero interest rate policy-nya. Langkah ini diambil untuk menjaga stabilitas pemulihan perekonomian di negara tersebut. Ancaman deflasi masih membayangi perekonomian Swiss, sehingga masih kecil sekali kemungkinan SNB akan beranjak untuk menaikkan suku bunga acuannya. Begitu pula dengan BoE yang akan merilis pengumuman suku bunganya pada hari Kamis (10/12). Pola mempertahankan suku bunga rendah nampaknya akan masih menjadi pilihan bagi BoE dengan tetap menjaga rate di 0.50%. Nilai produksi Inggris telah turun hampir 6% sejak awal tahun 2008. Pendapatan domestik bruto terus menurun dalam kuartal ketiga. 
Kita lihat apakah data ekonomi AS dan negara lain minggu ini akan mengakibatkan berlanjutnya penguatan US$ atau semakin membuka peluang akan pengalihan investasi ke portofolio lainnya.

Selasa, 01 Desember 2009

Fokus Data Ekonomi Minggu Ini


Fokus pasar terhadap kebijakan suku bunga dari negara-negara mata uang mayor dunia serta terhadap perkembangan dari sektor tenaga kerja Amerika akan menjadi fokus minggu ini.

Perdagangan sesi minggu lalu, dollar Amerika tertekan tajam oleh penguatan Yen Jepang. Pelemahan dollar terhadap Yen Jepang tersebut telah membawa kepada level terkuatnya dalam 14 tahun terakhir ini yang berada pada level 84.79 atau menguat 4.9% terhadap dollar AS. Pelemahan dollar terhadap Yen tersebut merupakan pelemahan terbesar sejak tahun 1995 setelah pemerintah Amerika menyatakan AS tidak akan menjadi negara yang menopang pemulihan ekonomi sejak krisis finansial. Penguatan Yen yang tajam tersebut memaksa Menteri keuangan Hiroshisa Fujii untuk menghubungi otoritas AS dan Eropa mengenai kebijakan yang perlu dalam menghadapi penguatan Yen yang berlebihan. 
Tekanan yang dihadapi dollar Amerika juga mendorong penguatan pada mata uang Euro hingga menyentuh titik tertinggi di tahun ini di 1.5143 atau penguatan 1.1% dari titik terendah Euro pada awal tahun ini. Kepercayaan masyarakat Eropa terhadap outlook ekonomi Eropa membaik ke level tertinggi satu tahun ini di bulan November. Hal ini sebagai pertanda kuatnya pemulihan dari resesi terburuk dalam enam dekade. Selain itu indeks sentimen ekonomi Eropa dirilis naik ke level 88.8 yang merupakan level tertinggi sejak September 2008.
Begitu pula dengan penguatan yang terjadi di mata uang Swiss Franc yang mencapai level terkuatnya dalam tahun ini di 0.9915 atau penguatan 0.19% dari titik tertinggi tahun ini. Penguatan tersebut memaksa SNB (Swiss National Bank) untuk mengintervensi pasar valas sejak Maret dengan cara menjual franc demi melemahkan mata uangnya dan menghindari deflasi. SNB juga menurunkan bunga mendekati level nol persen dan membeli obligasi sejumlah perusahaan. 
Di lain pihak, dollar Australia diperdagangkan melemah terhadap dollar Amerika hingga ke level 0.8944 atau pelemahan 0.04% dari titik tertinggi minggu lalu. Pesimisme terhadap kekuatan perekonomian Australia tergambarkan dari belanja modal swasta Australia turun 3,9% pada kuartal III, dibandingkan dengan kuartal sebelumnya yang sebesar $26,55 milyar. Pelemahan yang terjadi pada mata uang negara kangguru tesebut juga dipengaruhi oleh sentimen antisipasi pengumuman suku bunga Australia yang akan diumumkan pada sesi minggu ini.

Fokus Data Mayor
Selasa ini (1/12) RBA (Reserve Bank of Australia) diestimasikan akan menaikkan suku bunga dikarenakan ekonomi global telah melanjutkan pertumbuhan. Pengumuman yang akan dirilis pada pukul 10.30WIB tersebut menjadi wacana tersendiri di tengah pola kebijakan moneter Australia yang menaikkan suku bunganya dalam proses pemulihan krisis ini. Kondisi ekonomi di Australia dinilai lebih kuat daripada yang diharapkan dan indeks kepercayaan telah pulih. Prospek jangka menengah untuk investasi muncul ke arah positif. Ada beberapa tanda-tanda awal sebuah perbaikan dalam kondisi pasar tenaga kerja. Tingkat pengangguran sekarang cenderung berada pada tingkat yang rendah daripada sebelumnya.
Fokus pasar juga akan teralihkan pada jadwal pengumuman suku bunga Eropa yang akan dirilis pada hari Kamis (3/12). Pola kebijakan yang tetap mempertahankan level suku bunga mendekati nol persen (1%) nampaknya masih menjadi pilihan bagi ECB (European Central Bank). Inflasi Eropa tetap negatif pada bulan Oktober, pada -0,1%, namun diperkirakan akan berbalik positif lagi di November karena kenaikan harga minyak sebesar 15%. Masih lemahnya data perekonomian Eropa dan masih rentannya pemulihan ekonomi global menjadi tekanan bagi ekonomi Eropa.
Namun data yang tidak kalah pentingnya adalah pengumuman tingkat pengangguran Amerika yang dijadwalkan dirilis hari Jumat (4/12) ini. Pasar akan sangat memperhatikan data ini mengingat data tingkat pengangguran di bulan Oktober yang berada di level 10.2% atau level pengangguran tertinggi Amerika selama 26 tahun ini. Perkembangan dari pelemahan sektor manufaktur akan menjadi tekanan bagi pertumbuhan lapangan kerja Amerika. Bilamana sektor ini terus menembus level terburuknya maka dollar akan semakin terpuruk terhadap mata uang mayor lainnya.